Breaking News
Loading...
Kamis, 07 November 2013

Info Post
Oleh: Raufi Yakub



Kata merantau sudah tidak asing lagi ditelinga manusia. Seseorang yang sudah cukup umur biasanya dituntut atau mempunyai kesadaran tersendiri untuk pergi merantau, demi untuk mencari masa depan yang lebih mapan, jodoh, jati diri dan lain sebagainya. Budaya merantau sudah dikenal dari sekitar abad ke-7 yang pada awalnya dari masyarakat Minangkabau. Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna : wilayah wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau).
Lantas bagaimana merantau dalam Agama Islam?
Allah SWT. Telah berfirman dalam Al-Qur’an,
“...Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang mendustakan itu.” (Al-An’am : 11)
Dalil diatas dapat kita pahami bahwa Allah memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi (merantau) untuk memperhatikan bagaimana kehidupan orang-orang terdahulu yang telah mendustakan agama Allah. Artinya, kita sebagai makhluk yang tidak luput dari dosa harus mengambil hikmah dan pengalaman dari perantauan agar kita dapat memperbaiki diri dan memiliki kepribadian yang lebih baik lagi.
Dalam firman Allah yang lain,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?” (Al-Ghasyiyah: 17-20)
Begitulah Allah memerintahkan kepada hambanya untuk memperhatikan ciptaan-Nya di muka bumi. Dari langit ditinggikan, gunung ditegakkan, hingga bumi dihamparkan, semua merupakan ciptaan Allah yang membuat manusia semua takjub melihatnya. Dan dengan merantaulah kita lebih mudah untuk merenungi dan memperhatikan ciptaan Allah yang berada di penjuru bumi tersebut.
Dalam pengalaman merantau itu sendiri, mari kita ambil pelajaran dari kisah Imam Syafii. Beliau pergi merantau ketika berusia masih kecil yaitu 14 tahun, dikarenakan keinginannya yang kuat untuk menuntut ilmu. Padahal kehidupan keluarga beliau pada saat itu sangat miskin, namun karena tekad beliau dalam meraih cita-cita yang teguh, maka beliau pun pergi merantau tanpa membawa bekal uang. Hanya satu bekal yang sangat berharga bagi beliau pada saat itu yaitu do’a dari ibunya tercinta.
Berikut beberapa perkataan Imam Syafii:
  • Pergilah (merantaulah) dengan penuh keyakinan, niscaya akan engkau temui lima kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan, Adab, pendapatan, menghilangkan kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
  • Sungguh aku melihat air yang tergenang membawa bau yang tidak sedap. Jika ia terus mengalir maka air itu akan kelihatan bening dan sehat untuk diminum. Jika engkau biarkan air itu tergenang maka ia akan membusuk.
  • Singa hutan dapat menerkam mangsanya, setelah ia meninggalkan sarangnya. Anak panah yang tajam tak akan mengenai sasarannya, jika tidak meninggalkan busurnya.
  • Jika engkau tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.
  Kesimpulan
1.      Allah menyuruh kita untuk memperhatikan orang-orang terdahulu yang telah mengingkari-Nya dengan bertebar di muka bumi.
2.      Merantau merupakan cara yang sangat efektif untuk memprbaiki diri.
3.      Dengan merantau, kita akan banyak mendapat pengalaman, wawasan dan ilmu pengetahuan.
4.      Keadaan ekonomi keluarga bukan merupakan sebuah alasan untuk tidak merantau. Imam Syafii tetap merantau walaupun hanya berbekal doa dari ibunya. Dan berkat kegigihan beliau, nama beliau sampai sekarang masih dikenal.
5.      Mintalah restu dari orang tua, karena ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua.
Wallahu a’lam
Referensi:

Next
This is the most recent post.
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar